ALien sereniTY

Sabtu, 25 November 2017

,

melinweb.com

Berkabut,

Sendiri.

Berjalan,

Melayang.

Kebingungan?

Kesakitan.

Kebodohan?

Kepedihan.

Aku perlu keberanian untuk berdiri

Tapi kehilangan jari

Aku perlu bantuan untuk berlari

Tapi tak ada kaki

Jadi bagaimana?
Berhenti?
Bunuh diri?

Jika iya, aku kembali ke bodoh.

Kamis, 16 November 2017

,
airmagz.com


Akhir-akhir ini aku lebih senang mendengarkan radio. Itu lebih membuatku seperti aku tidak sendirian. Waktu-waktu sebelumnya, aku sering mendengarkan satu lagu dengan berulang-ulang. Mungkin dalam beberapa waktu kedepan kebiasaanku akan mulai lagi, saat aku mendengarkan sebuah lagu yang menarik. Ini mungkin suatu kebiasaan yang bukan hanya aku miliki, aku yakin orang lain pun demikian. Dengan alasan yang berbeda.

Alasanku memutar lagu yang sama sampai tiga puluh kali mendengarkan ialah pertama, aku akan focus pada suara music yang dilantunkan. Kemudian focus pada bagian lirik. Lalu aku akan mencoba focus pada salah satu instrument yang dilantunkan, entah itu petikan atau rhytme gitar atau lantunan melodi dari piano yang dapat kubedakan.

Dalam waktu dekat dari hari ini kebelakang ada sebuah kabar tentang undur dirinya sang vokalis payung teduh, Mas Is. Mungkin beliau sudah mendapati bahwa pujaan hatinya sudah tidak cantik? atau mendapati bintang yang terang tidak hanya sedikit?

Aku bukan penikmat payung teduh lagi setelah lagu nya yang booming yakni Akad rilis. Aku berhenti dalam tiga lagu diawal yakni ‘Untuk perempuan yang sedang didalam pelukan, Angin pujaan hujan, dan Resah’. Meski sampai saat ini aku tidak hapal keseluruhan lirik dari mereka karena keterbatasanku dalam mengingat.

Ahh, Mas Is kenapa hengkang? Kupikir. Aku belum sempat melihat penampilan kalian dibawah teduh nya hujan dan tatapan, bukannya dilingkup terik matahari dan teriakan. Padahal resahku ingin berdua dengan nya belum usai, karena masih banyak pertimbangan. Bukan haya tentang cinta, tapi tentang masa depan.

[Aku ingin menuliskannya disini tentang ia, tapi kupikir jika teman-temanku tak sengaja membaca ini mereka akan berpikir pada satu sosok yaitu Manggala yang kutegaskan sekarang, aku benar-benar sudah mengakhiri perasaanku untuknya setelah ia terlebih dahulu mengakhirinya untukku. Meskipun ketiga lagu dari Mas Is ini, dulu pernah ku tujukan untuknya].

Aku memang tidak tau music yang bagus seperti apa, yang jelas jika ada perasaan ataupun ingatan yang muncul ketika aku mendengarkannya lalu aku me-repeat lagu tersebut itu berarti aku menyukainya.

Oh iya, bukan tentang payung teduh. Ada satu lagu yang dapat membuat aku sedih sampai menangis atau bahkan senang. Lantunan instrument dari Islandia dengan suara Jonsi. ‘Hey Satan’ dari Sigur Ros. Setelah aku lebih dulu menikmati ‘Hoppipola’ nya. Ahh tapi aku menyayangkan, aku tau band ini dari Gala. Tapi sampai aku bosan, aku akan tetap mendengarkannya.

Jika kau pernah mendengarkan Bjork yang sama dari Islandia pula ini berbeda. Sigur ros tidak berada dalam lirik Bahasa Inggris. Mereka lebih banyak melantunkan Bahasa Islandia, bahkan Bahasa Von yang Jonsi sendiri buat. Ini tidak akan mudah ku jelaskan jika kau benar-benar tidak tau yang dapat menyebabkan ini membosankan. Maka, jika kau benar-benar ingin music yang berbeda dengan balutan instrument yang jarang kau dengarkan, ayo! dengarkan ‘Hoppippola’. Disana kau akan mendapatkan ingatan tentang masa kecilmu, namun aku tidak bertanggung jawab ketika kau akan merasakan sedih. Setelah itu kau bisa memilih sendiri lagu lainnya di youtube seperti ‘Hey Satan, Ara Batur, Agaestis Byrjun, Illgresi, Von, Valtari’ dan lainnya.

Kenapa ini terlihat seperti review sebuah band? Baiklah aku akan mengakhirinya.

Mungkin suatu saat Mas Is dapat kembali dengan lantunan payung teduhnya dibawah teduhnya hujan dengan hiasan tatapan dan senyuman yang dapat kurasakan atau suatu saat nanti sigur ros akan mengadakan konser lagi di Jakarta. Sementara aku akan mulai menemukan sosok yang dapat membiarkan aku menikmati music dengan genre tidak seperti biasanya, atau bahkan sosok yang dapat menemaniku menikmati music dengan genre ini. Membawa semua kenangan yang pernah ku tinggalkan bersama lagu-lagu ini.

Kamis, 12 Oktober 2017

,
gomerblog.com

Tentang mimpi!
Tentang sebuah pengharapan!
Keinginan untuk mejadi seperti apa di masa depan!
Seseorang di masa usia dewasa awal kebanyakan memiliki mimpi, bahkan di setting dari masa remaja akhir.
Lalu, apa hanya aku yang tidak memiliki mimpi?
Pertanyaan yang muncul di masa remaja akhir ku. Menghilang pada masa transisi remaja ke dewasa ku karena aku berhasil melanjutkan study. Kemudian kembali mencuat di masa dewasa awal ku yang sebentar lagi berganti ke pertengahan.
Aku iri dengan mereka, bahkan dengan mimpi mereka yang terdengar konyol. Seperti “aku ingin menjadi make-up artist”, “membuka salon”, “membuka restaurant”, bahkan sampai pada tingkat “menjadi anggota dewan”.
Tapi aku, bahkan tidak tahu apa yang ku sukai. Aku tidak tahu mau menjadi apa. Aku seperti orang bodoh. What’s on earth must be happen to me?
Sampai pada satu titik, apa mimpi kedua orang tuaku?
Apakah mimpi milik mereka tercapai?
Jika tidak, apa akhirnya hidup mereka merasa bahagia?
Aku belum tanyakan ini pada abah, namun satu yang ku yakini. Pengharapan abah yang selalu ia katakan “Cukup anakku tetap sehat, makan dengan baik, bergaul dengan orang lain untuk menjadi baik, tidak lupa memberi kabar, dan tetap pulang ke rumah”. Lalu umi yang selalu bilang “Cukup anakku tidak kedinginan, dan tidur dengan baik” dengan segala bekal yang ia siapkan dan menurutku selalu berlebihan.
Aku selalu gagap untuk berbicara tentang mimpiku karena kebingungan.
Aku tidak bisa berbicara dengan baik terhadap orang-orang.
Dalam pencapaian lainnya “Tidak apakan kalau aku tak memiliki mimpi? Apakah hidup tidak akan kunikmati tanpa memiliki mimpi? Apakah aku akan berdosa jika tidak memiliki mimpi?”.
Hal yang lainnya, Abah dan Umi selalu bilang “Jangan lah kau seperti kami. Ambilah sisi baik dari kami”. Aku selalu berlalu dengan berpikir ketika di ajak berbicara untuk hal seperti itu di masa remajaku.
Entah harus menyesal atau tidak, yang jelas sampai pada kalimat terakhir ini pun aku masih belum memliki mimpi. Karena yang kulihat kedua orang tuaku tampak hidup baik meskipun tidak menjelaskan apakah mereka sempat berhasil dengan mimpi mereka sebelum memutuskan untuk hidup dan mengganti mimpi mereka dengan tuntutan tanggungan apapun untuk menjadi kedua orang tua yang baik.
Hanya saja aku tetap tampak bodoh karena tidak memiliki mimpi.



… yang tidak  belum memiliki mimpi, 
Rahayu.

Minggu, 27 Agustus 2017

,

25 Agustus, kali pertama @fisikakece13 berhasil mendobrak pintu kelulusan untuk meraih gelar dan pengertian mereka terhadap hasil dari pembelajaran selama empat tahun yg rumit.
Kusempatkan mengantar dan memberikan ucapan lewat beberapa warna yg ingin kusampaikan.

Merah pada bunga: ialah apresiasi keberanian yg mereka tunjukan dengan energi dan semangat yg bergairah berhasil memberikan kekuatan untuk mengantarkan mereka dalam capaian yg setimpal.

Hijau pada daun yg kusembunyikan : ialah makna kedamaian dari empat tahun kerumitan yg akan mereka raih karena berhasil menyeimbangkan segala sesuatu hal untuk mencapai tujuan.

Kuning yg membungkus hijaunya daun : ialah energik dan optimis yg menyembunyikan kedamaian yg dicapai dalam hati mereka sehingga menimbulkan keceriaan atas pencapaian yg telah diraih.

Biru pada kertas : Kusampaikan beberapa harapan agar mereka tetap stabil dalam pencapaian mimpi lainnya dengan percaya diri.

Cokelat : Kusisipkan sebuah cokelat yg harganya tak seberapa tapi berharap dapat mewakilkan perasaanku agar kita yg mungkin saja entah kapan lagi dapat berjumpa akan selalu akrab dan saling memberikan rasa aman di masa depan seperti yg telah kita lakukan dalam empat tahun ini.

Hitam pada pita: ialah kehampaan ditinggalkan oleh sebagian dari kita serta rasa duka yg muncul dalam diri ini karena aku ditinggalkan, lebih tepatnya tertinggal oleh mereka.

Bohong!!! kalau kau sedikitpun tidak merasa iri ketika teman-teman sekelasmu mampu menyelesaikan study nya terlebih dulu. Ini bukan cerita tentang bagaimana rasanya begitu down dan khawatirnya karena ingin juga segera sidang sementara masih ada kontrak mata kuliah. Ini ialah sekumpulan kata yang sekedar mengomentari tanpa solusi mengapa mereka harus mempersiapkan 'sesuatu' untuk orang lain yg melaksanakan sidang. Tidak salah bagi orang-orang yg ikut riweuh mempersiapkan "tektek bengek" ketika atmosfir sidang menghampiri. Tapi bagiku, keriweuhan tersebut ialah suatu hal yg menjengkelkan yg sebenarnya tetap bisa kuhilangkan dengan sekali tidur malam saja. Orang-orang sibuk membeli bunga dengan harga yg lumayan dan kupikir bisa dijadikan amunisi untuk hidup ngekos seminggu kedepan. Namun tidak salah, kutegaskan. Orang-orang sibuk membeli boneka dengan harga yg lumayan pula dan kupikir bisa dijadikan amunisi untuk hidup ngekos seminggu kedepan lagi nya. Namun tidak salah, kutegaskan lagi.
Jujur, ini kali pertama kalinya aku meluangkan waktu dan menyisihkan bekalku untuk euforia sidang, karena mereka TEMAN SEKELASKU. Karena untuk teman-teman yg jarang ku temui, ucapan 'selamat, semoga berkah' di instagram dengan emot senyum atau balon dan terompet saja sudah cukup. Kata 'semoga' saja disana sudah merupakan satu kata yg 'mengharapkan keadaan yg baik' dikemudian hari.

Aku pernah bertanya " emang sidang kudu beli selempang ya? Emang sidang kudu ada yg dateng ya? Emang sidang kudu pake Jas?" Ke salah seorang temanku. Dan ia jawab "Gak harus. Gak penting. Pakaianmah kudu, biar rapi aja". Oke. Dan kusimpulkan poin pertama dan kedua gak penting yg juga seolah mendukung apa yg aku pikirkan. Mungkin, maksudnya karena momen ini sekali seumur hidup jadi banyak orang yg dateng biar banyak do'a adalah hal yg tidak salah.

Seperti, apa yg kamu tanam maka akan kamu tuai. Mungkin maksudnya kalau kita ngasih sesuatu ke orang lain, orang lain bakalan punya rasa ingin berbalas budi jadi nanti kita dikasih pula sama orang lain. Semacam barter hadiah (?)

Well, ku tegaskan TIDAK SALAH untuk ikut riweuh dengan sidang orang lain dan TIDAK SALAH juga untuk tidak merayakannya sepertiku. Inimah kulakukan karena mereka orang-orang yg hampir setiap hari berinteraksi denganku (atas sedikit rayuan dari temanku pula).

Tentang sidang, selesai.

Pertanyaan di malam hari dengan hangatnya kuah ramen di ramen AA digerlong. Seseorang kutanya dengan sedikit rengekan. "Kamu iri gak sama teman-teman mu disana yg sudah mulai sidang?" Ia menjawab diselingi seruputan kuah ramennya yg selalu pedas. "Manusia ya wajar punya rasa iri. Apalagi kondisi di luar sana banyak tekanan sana-sini. Sampe tukang cendol aja nanya kapan aku wisuda. Salahnya sih, mereka yg pada mau sidang tuh terlalu naif. Memperkirakan semuanya akan berjalan lancar dengan apa yg mereka inginkan. Tanpa peduli dengan keadaan orang sekitar. Kalem aja, tutup telinga. Nanti kita wisuda bareng". Diakhiri dengan dengusan sekali tarik ingusnya. Aku menatapnya secara seksama, memperhatikan kedua matanya yg selalu indah dengan hiasan alis nya yg tebal dibagian pinggir. "Iya sih, gak pure salah mereka. Emang udah waktunya buat sidang. Tapi ya, berisik aja ketelinga teu dimana-mana ngomongin sidang" tambahku.

Senin, 26 Juni 2017

,
http://www.erinclune.com

Comebacknya catatan takbiran setelah 5 bulan hiatus.

Takbir adalah tanda suatu malam akan berubah menjadi siang yang membutuhkan banyak tujuan tapi sedikitnya waktu. Gema takbir memang begitu dinantikan tapi seringkali beriringan dengan kesedihan. Aku yang tiba-tiba merasakan sebuah kesedihan yang entah bisa disebutkan mendalam atau tidak di malam itu. Mungkin karena melamun membayangkan betapa berbedanya malam ini dengan malam-malam gema takbir berkumandang ditahun-tahun sebelumnya. Meski petasan masih beragam menghiasi frekuensi bunyi yang berburu masuk menuju gendang telinga, serta kembang Api yang masih menjadi penghias langit malam di kampungku yang super gelap ini, tetap ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak lagi kurasakan di usia ku yang kemarin baru beranjak 21 tahun.

Pertama, tidak adanya teman masa kecilku pulang kampung dari Jakarta (Akhirnya lu kesebut lumayan berarti dalam hidup gue, Yon). Kedua, anak-anak disini tidak ada yang seumuran denganku. Ketiga, usia mereka masih dibawahku, dimana usia tersebut kupikir adalah usia yang harusnya ‘menikmati’ malam takbiran dengan riang. Memang, masalah akhirnya kusimpulkan karena gadget. Tapi gadget tidak bisa sepenuhnya kusalahkan. Ah, mungkin pergeseran zaman. Kesimpulan akhirku dimalam takbiran ini aku sedih. Aku memutuskan untuk tidur, karena kalau ku teruskan untuk terjaga khawatirku kesedihan ini akan menjalar ke momen-momen yang lebih tidak kuinginkan dan akan berdampak ke kesedihan terdalam (galau).

Hari raya pun menghampiri setelah ku tertidur dan ku mulai dengan tegukan kopi pertama setelah satu bulan. Kopi yang spesial dari seorang teman yang jauhnya saat ini 126,75 mil dari Surade. Skip langsung pada tradisi setelah momen sungkem ku pada abah, ummi, dan mamah yang kuakhiri dengan kecupan manis di kedua pipi dan kening mereka. Dengan senyuman dan harapan, mi, bah, mah. Aku masih butuh Tehaer.

Kemudian lanjutan tradisi berkeliling rumah. Karena memang dikampungku, rumahku hanya memiliki enam rumah tetangga (info untuk calonku nih) jadi untuk berkeliling tidaklah susah. Tetanggaku tidaklah banyak, tapi anggota keluarga mereka yang disebabkan tradisi pulang kampung empat kali lipat jumlahnya. Jadi jika satu keluarga hanya berisi 2 orang saja, saat itu bertambah jadi 4 kali lipat kemudian kali 6.

Setiap orang yang kutemui meski tidak ada interaksi sebelumya karena tradisi, tetap wajib aku sungkem pada mereka dengan harapan yang tetap sama. Tehaer? Tidak, semoga di maafkan. Tehaer mah bonus. Dari hasil sungkem itu aku menerima 12 pertanyaan dengan tujuan “Jadi kapan wisuda?” dengan beragam kreasi pertanyaan berbeda. Itu terjadi hanya setelah sholat Id sampai sekitar pukul delapan. Sementara tujuanku di hari itu tidaklah sedikit.
Berhubung abah sedikit tidak enak badan (semoga cepat sembuh) jadi hari itu tujuan kami yang sebelumnya terencana sampai sekitar pukul 3 sore tidak terlaksana. Abah memutuskan mari tinggal di rumah saja, dan menunggu keluarga anak-anak mamah lain yang dipastikan selalu sungkem ke rumah.

(Fast-fast) dari 3 keluarga besar mamah lainnya serta keluarga-keluarga besar 6 tetanggaku lainnya, ku hitung di hari itu aku mendapatkan 27 pertanyaan dengan tujuan “Kapan lulus?” yang kutanggapi sedikit dengan senyuman dan ku aamini di “akhir tahun ini”.
Bukan sebuah masalah sih, bahkan ini sebuah pecutan untuk “ayo Num, segera nulis TA!!”. Mereka diluar sana yang nanya, sebagian besar hanya ingin tau hasil elu. Gak ada yang benar-benar perhatiin proses elu, bahkan ummi abah saja yang biayain elu gak terlalu mau tau elu nugas ampe jam dua pagi tiap hari. Mereka Cuma pengen tau hasil yang elu dapet. Itu mungkin sebagian besar sisi egois dari diri ku.

Sisi baiknya, gak ada. Eh, engga deng pasti selalu ada. Karena setiap mereka yang bertanya “kapan lulus?” Tatapan ummi mengarah padaku dan kuakhiri dengan senyuman dan membuang tatapanku. Belum bisa kuprediksi memang, tapi harapan tahun ini muncul di pikiranku. Semoga saja dan harus.
Seperti yang ku bilang, mereka hanya ingin tahu hasil. Dan hasil yang mereka inginkan pasti harus selalu baik. Proses? Kita yang jalankan dan kita tentukan. Tapi tentu tidak sealu berjalan baik dan lancar. Ujung-ujungnya ya namanya juga hidup.

Ini kisah lebaranku di tahun ini disamping ku tetap makan opor ayam dan ketupat, tidak adanya lagi yang datang ke rumah seperti lebaran-lebaran sebelumnya, kegalauanku tentang banyak hal dibalik pertanyaan “kapan lulus?”. 

Kenapa di post di blog? Pertama karena lama gak nulis, kedua yakali aja orang-orang yang gak sengaja baca do’ain semoga anak ini lulus tahun ini. Aamiin. Biar lebaran tahun depan, ganti pertanyaan “Kerja dimana?” atau bahkan “Kapan nikah?”.

Taqobalallahu minna waminkum,


Mana cerita lebaranmu?

Kamis, 26 Januari 2017

,
Green Day 21 guns
Apakah kamu tau sekarang keadaan ku seperti apa?
Aku terus mengingatmu
Apakah kamu tau saat tersulit apa yang pernah ku alami?
Mencoba melupakan semua rasa tentang mu
Ketika aku memulainya, semua ingatan tentang hujan, buku, mimpi, dan nyanyian bergejolak dipikiranku
Itu dulu, dua tahun kebelakang dari hari ini
Aku mengerti ketika kamu bicara “Jangan lakukan itu, aku masih membutuhkanmu!”
Itu sebuah larangan untukku terus menyayangimu
Sekarang, masihkah kau menyukai bintang pagi?
Yang muncul sekitar jam 03.30 after midnight dari enam tahun lalu
Kita sering membicarakan itu
Waktu memang eksistensi dari kerinduan
Aku mungkin sering mengalami itu sekarang, namun selalu ku tepis
Jujur, ditengah perjuangan akhir ku yang selalu kau mulai dengan kata “kamu pasti bisa” aku membutuhkanmu, sangat membutuhkanmu
Ini sebuah ingatan tentang 21guns yang kau ajarkan untuku, di ruang kosong berbentuk kelas

Terimakasih dan maaf aku tak bisa menghentikan menulisku tentangmu, 

Senin, 02 Januari 2017

,
abusalma.net

Januari 2017. Memasuki tahun ke-4 tinggal di Bandung dengan segala kegelisahan yang hampir memuncak tentang S1 fisika ku, dengan segala kebingungan yang menetap sejak lama. Aku patah hati lagi di tahun kemarin dengan orang yang sama, selalu ku pikir. Mulai malas untuk pulang ke rumah karena bingung hendak menjawab apa dengan segelintir bahkan berlembar - lembar pertanyaan dari orang - orang dirumah. Meskipun disini (Bandung) juga wajahku mulai memerah dan gatal karena rindu rumah. di blog ku yang lalu, yang akan terus ku simpan aku selalu menuliskan resolusi di tahun baru. Kali ini tidak akan banyak, cukup untuk ku lulus S1 di tahun ini, yang sudah sangat menggelisahkan. Oh iya, jangan lupa ngopi.