![]() |
http://www.desainsekarang.com |
Saya pernah menjalani
hal – hal paling berat selama 22 tahun dalam hidup saya. Tentang membangun
semangat dan percaya diri dalam menulis skripsi. Banyak faktor yang
mempengaruhi terhambatnya penulisan skripsi dan setiap orang akan memiliki
faktor yang berbeda. Faktor pertama bukan berawal dari ketika kita mengontrak
sidang skripsi tentunya, melainkan dengan perjalanan dari semester awal ketika
kuliah. S1 untuk saat ini dipatok sampai dengan masa delapan semester. Bukan
tidak mungkin bagi lulusan dokter sekalipun untuk menyelesaikannya dalam kurun
waktu tersebut. Apalagi hanya untuk seseorang yang kuliah di jurusan Fisika.
Entah saya harus menyalahkan siapa?, dari awal perkuliahan mulai terlihat bahwa saya
mengalami beberapa kesulitan dari segi hasil nilai akhir. Saat itu hasil akhir nilai
Kalkulus, Matfis 1, Fisdas 1, dan termodinamika yang harus MENGULANG. Shock?
Jelas, tapi “What should I do? Cry?”
ya, saya menangis tapi tidak lama. Kekacauan berlangsung lagi di semester lima
ketika teman – teman saya sudah mengontrak mekanika, fisika modern, fisika zat
padat dan lainnya di semester kemarin saya baru akan memulainya saat itu.
Hasilnya? Fisika modern, fisika inti dan fisika kuantum saya harus MENGULANG.
Alhasil di semester delapan yang seharusnya saya mulai untuk mengakhiri
perkuliahan, saya masih menyisakan begitu banyak SKS untuk saya kontrak.
Negosiasi berlangsung antara saya dan kedua orang tua yang pada akhirnya beliau
memberikan saya kesempatan untuk menambah satu semester untuk menyelesaikannya.
Semester sembilan
memang saya sudah mulai mengontrak skripsi, tapi waktu itu saya masih
mengontrak mata kuliah fisika statistik dan bahkan mengulang fisika kuantum.
Mulai dari bulan agustus, faktor kedua penghambat penulisan skripsi bagi saya
muncul. Alih – alih saya merencanakan bahwa waktu liburan akan saya habiskan
untuk membuat alat dan mengambil data, dibulan itu laptop saya harus diperbaiki
selama satu bulan dan saya harus pergi meninggalkan kosan saya karena tidak
sanggup membayar uang sewa. Kegiatan menulis masih tetap berlangsung di lab
komputasi fisika sambil saya mencoba mengambil data awal yang akan saya gunakan
untuk penelitian skripsi. Satu bulan berlalu dan akan memasuki September, data
awal yang saya butuhkan belum saya dapatkan. Hal tersebut disebabkan tidak
terdeteksi nya sinyal sensor yang saya gunakan oleh osiloskop. Bodohnya, waktu
itu saya masih malas – malasan bertemu dosen pembimbing. Alasannya karena takut
dan ya, semacam masih ada waktu dua bulan sampai Desember. (Padahal membutuhkan
waktu yang lumayan lama untuk menulis sekalipun!). Di bulan itu pula, laptop
yang baru selesai diperbaiki terjatuh dari ketinggian sekitar 1 meter dan
mengalami kerusakan di bagian Hard disk.
Bukan apa – apa memang, tapi saya shock
berat saat itu. Draft awal tulisan
saya yang saya simpan dan tidak ada copy
revisi terbaru di disk lainnya hilang.
Saya kembali menulis dari awal dengan bekal beberapa jurnal yang tersisa di flashdisk.
Bulan oktober
saya masih berkutat dengan penelitian
awal yang saya rencakan dengan perasaan gelisah memikirkan “saya harus punya
laptop!” tapi tidak mungkin untuk meminta ke orang tua. Memasukan proposal dan
mendapatkan SK, kemudian sampai pada bulan November. Saya belum mendapatkan apa
– apa!. Lagi – lagi “What should I do?
Cry?”. Enggak! Saya gak akan selesai kalau menangis, kemudian saya
memberanikan diri untuk mengobrol dengan dosen pembimbing yang sebenarnya dalam
jangka waktu tiga bulan tersebut selalu bertanya kepada saya “Gimana Rahayu?
Sudah sampai mana?” yang selalu saya jawab “Masih karakterisasi pak, dan
menulis”. Padahal mau nulis apa? Data saja belum dapat dan saya gak ada ide
sama sekali untuk nulis latar belakang sekalipun.
Lemahnya pengetahuan
saya tentang penelitian yang direkomendasikan oleh dosen pembimbing menjadi
sebuah hal yang sangat serius, hingga pada akhirnya saya mengemukakan pendapat
tentang kesulitan yang saya hadapi sambil merekomendasikan penelitian apa yang
setidaknya bisa saya kerjakan dalam waktu tiga bulan mengambil data. Pembimbing
saya menyetujui di bulan November untuk melakukan penggantian konten penelitian
skripsi. Hal tersebut membuat saya harus kembali dari nol untuk mencari referensi dan studi
literatur yang membutuhkan waktu satu bulan untuk saya mendapatkan draft kasar penulisan awal. Desember
saya benar – benar berhenti karena terhalangnya ujian akhir dua mata kuliah
yang saya kontrak di semester itu dan karena libur semester datang yang menyebabkan
pikiran saya terbagi karena ingin pulang, disini sudah tidak betah dan tidak
kondusif.
Bulan Januari yang
saya lakukan adalah menangis, meminta maaf kepada kedua orang tua saya karena
tidak bisa menepati janji untuk lulus di bulan ini dan beberapa hal yang tidak
perlu disebutkan, akhirnya kedua orang tua saya meskipun memang berat beliau
mengusahakan untuk membayar kembali SPP semester itu. Saya melemah di semester
ini, menganggap diri saya adalah mahasiswa paling bodoh karena tidak bisa
selesai tepat waktu dan tentunya tidak bisa membayar SPP sendiri atas kelalaian
diri sendiri. Masih di Januari, saya berusaha keras untuk mendapatkan data awal
yang saya butuhkan dan tentunya menghilangkan faktor – faktor luar yang dapat
menggangu seperti menonaktifkan instagram,
grup – grup line yang selalu membahas “sidang” sejak bulan Agustus lalu dan
lebih memantapkan hati untuk tidak mengindahkan omongan orang lain. Bulan ini
saya benar – benar menjadi seorang yang apatis (padahal biasanya selalu seperti
itu). Saya tidak tahu kondisi “luar”, yang saya kerjakan adalah berdiam di lab
selama 11 jam dan hampir setiap hari dalam lima hari. Mengumpulkan keberanian
dan kepercayaan diri, dan hikmahnya saya merasa dekat dengan Tuhan. Selalu
diiringi do’a “Saya harus lulus bulan februari”.
Memasuki februari,
saya selesai mengambil data awal bahkan data uji prototipe yang saya butuhkan
(data akhir). Saya langsung mengolah data tersebut dan mendeskripsikannya
kedalam tulisan. Minggu kedua februari, hasil data tersebut saya laporkan
kepada dosen pembimbing. Tiga kali pertemuan di minggu kedua tersebut
menghasilkan pernyataan “kamu harus mengulang data, ini tidak relevan dan tidak
masuk akal!”. Saya gemetar dihadapan dosen pembimbing, mungkin sudah terlihat
seperti akan menangis. Bab 4 yang saya ajukan ke dosen pembimbing dengan total
kurang lebih 50 halaman itu, bahasa kasarnya “di tolak!”. Terjadi di minggu
kedua februari, dan target adalah bulan februari!.
Minggu ketiga
februari, saya mereduksi uji prototipe (data akhir) yang saya ambil. Ternyata
dua hari pun selesai, saya senang tapi belum bisa benar – benar senang karena
belum mendiskusikannya dengan dosen pembimbing. Waktu itu, pagi – pagi saya
menemui beliau dengan semangat. Berharap mendengar kata “ACC Bab 4”. Setelah
berdiskusi panjang dan sedikit terbata – bata untuk saya ketika menjelaskan
kepada beliau, mungkin karena kasihan juga beliau berkata “Hari rabu diskusi Bab
1 – 3 ya!” iya, hari itu hari senin. Saya senang karena hal yang saya kerjakan
memiliki progress pada akhirnya. Saya
molor sampai hari kamis dan baru menyerahkan Bab 1 – 3 kepada beliau. Kemudian
mengalami beberapa kali revisi penulisan, yang memang wajar.
13 Maret 2018, akhirnya tulisan ACC di lembar pengesahan yang dibubuhi tanda tangan kedua pembimbing terpampang nyata, saya
dipersilahkan telaah skripsi oleh pembimbing. Saya mulai menyerahkan draft kepada penguji telaah yang
menghabiskan waktu satu minggu. Kemudian saya merevisi nya dengan waktu satu
bulan. Padahal untuk revisi telaah harusnya dapat selesai dalam waktu paling
lama dua minggu. Kenapa saya menyelesaikannya dalam waktu sebulan? Karena bad habit yang saya miliki. Menganggap
waktu masih ada sampai bulan April. Karena daftar sidang di bulan Maret saat
itu sudah tidak mungkin.
Satu minggu waktu
revisian hasil telaah, saya benar – benar tidak mengerjakan apa – apa. Kemudian
minggu berikutnya saya sakit. Baru minggu ketiga saya bisa menyelesaikan revisi.
Akhirnya di tanggal 14 April saya benar – benar menyelsaikan skripsi yang saya
kerjakan dan saya tulis dan mulai bisa mendaftarkan ujian sidang.
26 April 2018 saya
mulai membuka kembali PPT skripsi yang telah saya kerjakan. Note di tampilan
layar mengatakan bahwa terakhir kali saya membuka PPT tersebut adalah 6 April
2018. Memang saya tipe yang tidak mau terlibat interaksi terlalu banyak jika
saya sudah menyelesaikan suatu hal di awal. Kenapa? Suka deg – degan. Malam
itu, mulai saya membaca slide PPT
yang pernah saya kerjakan tersebut. Terlintas kembali pertanyaan – pertanyaan
yang pernah dosen penguji ajukan ketika telaah, saya deg – degan, kepala mulai
terasa membesar lalu tidak habis membaca sampai pada pembahasan saya memutuskan
untuk tidur.
Esoknya 27 April 2018,
waktu ujian sidang dimulai. Pukul 08.00 saya harus memulai, dan sekitar 07.50
baru menyadari kalau slide
rekomendasi tidak ada dalam PPT. “Ceroboh”. Pukul 08.00 saya memulai dengan
pertanyaan “Saudari Rahayu, apakah anda siap … ?” saya tidak langsung menjawab
karena saya pikir pertanyaan tersebut ada lanjutanya, sampai pembimbing
bertanya dua kali “Apakah anda siap?”. “Siap”, saya jawab. Mulai dari ucapan basmallah kemudian menyebutkan nama,
judul skripsi, dosen pembimbing, serta latar belakang mengambil judul tersebut.
Seperti yang direncanakan dan telah saya praktekan berulang – ulang di malam
sebelumnya, saya berhasil menyebutkan nama saya sendiri, nama pembimbing, judul
skripsi, serta latar belakang pengambilan judul dengan lantang dan jelas tanpa
melihat slide. Sejak semalam, yang saya praktikan hanya itu sampai jumlah
rekaman di handphone saya berisi 23 file hanya untuk hal tersebut. Persentasi
selanjutnya? Ya mengalir, pertanyaan dosen penguji siapa yang tahu kan? Hehe.
Hal yang saya syukuri adalah saya mengikuti arahan dosen pembimbing ketika
persentasi untuk tidak membawa catatan sekalipun, dan well itu terasa lebih baik ternyata.
Slide yang hanya berjumlah 23 termasuk halaman judul dan terimakasih tersebut
saya paparkan, dengan beberapa hal – hal yang tidak terduga. Saya menggambar di
papan tulis, memperagakan, mengemukakan alasan, serta menatap mata para dosen
penguji secara langsung ketika beliau bertanya. Tips ketika dosen penguji bertanya, biarkan beliau untuk menyelesaikan
pertanyaannya. Berikan waktu jeda satu detik untuk kemudian menjawab. Untuk memahami
pertanyaan, ya ketika dosen penguji bertanya. Singkirkanlah kebiasaan
spontanitas menjawab. Sampai pada slide pembahasan, kedua penguji sudah mulai
menuliskan nilai persentasi saya dan suasana mulai sedikit tidak kondusif,
konsentrasi saya mulai bias. Salah satu penguji yang memang agak datang
terlambat masih terus bertanya, dan cukup alot karena konsentrasi yang mulai
bias sehingga pemahaman saya sedikit kacau. Slide
pembahasan yang sudah siap ditampilkan dengan jumlah sembilan slide tersebut hanya satu yang berhasil
saya tampilkan. Penguji hanya meminta saya menjelaskan “Bagaimana hal tersebut
terjadi? Dan kondisi apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?”. Saya menjawab
dengan penuh percaya diri, karena itu hasil penelitian saya. Saya tahu kenapa
hal tersebut dapat terjadi. Selesai bertanya saya bermaksud untuk menampilkan slide kesimpulan namun terpotong dengan
pernyataan “Baik, terimakasih saudari Rahayu untuk hasil akhirnya silahkan
tunggu keputusan yudisium dari Departemen”. Saya masih terdiam, tidak percaya,
namun senyum tidak bisa saya lewatkan. Mungkin orang – orang yang waktu itu
melihat saya ujian sidang berhasil memotret senyuman terindah saya dengan
matanya sendiri.
Hari itu akhirnya
datang, dan hari itu juga akhirnya selesai. Saya masih merasa hal tersebut
seperti sebuah mimpi yang saya mimpikan sejak satu tahun lalu. Sejak teman –
teman sekelas saya sudah beranjak terlebih dahulu. Hari itu menyenangkan, saya
tidak bisa berhenti tersenyum ditambah ada seseorang (?) yang saya inginkan
menemani diri ini melangkah setelah kebingungan ketika jadwal yudisium selesai,
karena memang teman – teman yang dapat menyempatkan hadir untuk mengucapkan
selamat hanya segelintir.
Ini berakhir, untuk memulai suatu yang baru dan
tentunya suatu saat harus ku akhiri juga dan memulai lagi yang baru. Itu adalah
siklus kehidupan manusia.
Selamat Sarjana, Rahayu Dwi Harnum. Akhirnya di 27
April 2018, Geheng Enol Satu Officially Sarjana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar