ALien sereniTY

Jumat, 14 Oktober 2016

Jadi Kamu Memilih Seperti Bandul Atau Pegas?

Hari ini kerasa tetep kayak hari libur, mungkin karena saking homesicknya kangen sama umi.. Satu semester gak pulang ke Surade coba..
Senin pagi masih di sibukan dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dirisaukan, ya sekali lagi mungkin karena saking homesicknya kangen sama umi. Setelah menyelesaikan 'hal-hal' itu lalu pergi menyusuri gerlong buat makan pagi sekaligus makan siang di jam 11.
lalu berangkat ngampus dengan kondisi badan lemes, kepala pusing, hidung meler dan hendak kuliah Gelombang Optik..
Tau lah kalau kuliah Gelop Matfis nya bejibun -.-
Sampe di gedung mipa B solat Dzuhur lalu menuju ruang B210. Masuk ke ruangan ber AC dan berbau cucian belum kering menambah ketidak nyamanan tubuh dan kondisi perasaan masih ngenes Futsal putra semalem kalah dan Fisika gagal juara umum karena selisih satu emas dari Ilmu Komputer.

Pukul 01.00, bapak dosen belum masuk karena memang sudah di indikasikan tidak dapat mengajar, namun masih ada bapak dosen satu lagi yang belum tau mau mengajar atau tidak.
Akhirnya kira-kira menunggu hampir dua puluh menit bapak datang tanpa membawa laptop.. Perasaan senang masih ada namun ketika bapak menanyakan "materi terakhir sampai mana??" buyarlah semua harapan kesenangan itu..

Pertama bapak masih membahas perbedaan difraksi melalui celah dan difraksi melalui Prisma..
Kemudian membahas Difraksi antara dua celah.
Beliau menggambarkan kondisi ketika sebuah sumber yaitu cahaya melewati dua celah tipis yang dibelakangnya sudah ada layar untuk menggambarkan posisi terang dan gelap cahaya tersebut. Kemudian bapak menanyakan hasil penurunan dari jarak antara terang pusat dengan terang atau gelap ke-n..

yaitu, 



Setelah itu beliau menanyakan kenapa kita mendapatkan persamaan itu dari gambaran difraksi antara dua celah yang beliau gambarkan, ada yang menjawab dengan keras dan lantang, ada yang menjawab dengan mulutnya yang kumat-kamit, dan ada yang diam karena gak bisa jawab kayak gue..
Bapak yang satu ini, memang tidak terpaku dalam matematis yang membuat fisika sulit. beliau lebih suka memainkan logika dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti tadi yang sering tidak gue mengerti..

Kemudian beliau menganalogikan, ada lima buah permen dan lima buah korek api. Mana yang lebih banyak?. Selintas dipikiran gue ngejawab korek api. Padahal jawabannya sudah jelas-jelas sama-sama lima. Bapak menjawab pasti ada yang berpikir korek api lebih banyak karena satu korek api berisi banyak dan permen hanya berisi satu dan bisa habis dimakan..
Jawaban tersebut selintas terlihat benar, namun tidak ada kaitan yang benar dengan jawaban dan alasannya. Hal ini berarti kita telah ditipu oleh penglihatan dan meninggalkan pemikiran yang abstrak.. Kalau begitu bagaimana jika ditanya apakah Tuhan itu ada? sementar kita tidak bisa berpikir abstrak? Ternyata benar permainan logika itu harusnya menjadi matakuliah wajib bagi para mahasiswa seperti yang aa katakan waktu itu di angkot jurusan caheum-ledeng menuju museum geologi..

Kemudian, beliau menganalogikan kembali dengan cara kerja sebuah bandul dan pegas. 

Bandul

Pegas



Jika ditinjau dari persamaan nya tentang perioda maka untuk bandul akan di dapatkan 

sementara untuk pegas 

kemudian beliau menanyakan dimana letak kesamaannya??
Lama sekali untuk kami terutama gue memikirkan apa kesamaannya..
Jawaban yang tepat, kedua kondisi tersebut sama-sama memiliki massa, namun perbedaannya terlihat pada massa bandul seperti tidak mempengaruhi kondisi gerakan/osilasi bandul seperti yang terlihat pada persamaan.
sementara pada pegas massa terlihat mempengaruhi keadaan dan terbukti jelas ada pada persamaan..

Gue dan temen-temen sekelas serentak mengiyakan, dan bertanya padahal kalau massa pada bandul dianggap tidak mempengaruhi keadaan maka osilasi pun gak akan terjadi.
Kemudian bapak mengaitkan dalam permasalahan kehidupan, dan mengatakan  "orang dewasa bisa menjadi seperti Bandul sementara kalian belum bisa". Seorang mahasiswa masih membutuhkan sebuah nilai untuk dikatakan berharga atau berkontribusi. Misal dalam satu kegiatan.
Sementara orang dewasa akan bisa lapang dada jika iya berkontribusi namun tidak perlu di apresiasi..
seseorang yang sudah dewasa sudah mengerti dan tidak akan merasakan sakit hati apabila kehadirannya tidak diakui meskipun kenyataannya suatu acara tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya dirinya, sementara para mahasiswa masih belum bisa seperti itu karena pengaruh eksistensi sangat besar disini..
Intinya hiduplah seperti bandul bermakna meski tidak harus dianggap ada. Orang yang sudah bisa seperti bandul maka hidupnya akan bahagia. Berbeda dengan apabila kita menjadi seperti pegas, yang akan selalu berharap diakui, padahal suatu saat nanti orang-orang yang akan mengakui keberadaan kita pasti akan menjadi tidak ada.

Kesimpulannya, fisika itu bukan matematis tapi pola berpikir, dan tentang bandul dan pegas tadi itu adalah sebuah pilihan, mau hidupmu seperti bandul atau pegas ya itu sih terserah ,,,


"Dikutip dari perkuliahan Gelombang Optik, 04 Mei 2015 oleh Bapak Drs. Dedi Sasmita, M.Si

Tidak ada komentar:

Posting Komentar